Catatan Adzkia

Menjaga kelestarian melalui ilmu pengetahuan

Pendekatan Islam Dikaji dengan Pendekatan Sosiologis

Fokus pada pendekatan sosiologi dalam studi Islam adalah memahami Islam sebagai fenomena yang menyejarah dalam sosial dan budaya. Perlu dipahami bahwa ragam dan corak keislaman sesungguhnya tidak terlepas dari dinamika pemahaman umat Islam yang berbeda – beda tentang ajaran Islam yang berdasarkan setting sosial dan budaya yang melatar belakangi serta yang dihadapi umat Islam itu sendiri.
Menegaskan bahwa fenomena keberagamaan dalam hal ini Islam, baik di kawasan Eropa, Amerika, Timur Tengah dan bahkan Asia Tenggara, mempunyai karakteristik sendiri – sendiri berdasarkan fenomena sosial dan budaya di mana Islam berkembang bersama masyarakat.
Dalam memahami kitab al-Qur’an kita tidak lepas dari konteks historisnya, dan tak berhenti pada teksnya saja. Teks harus diinterpretasikan berdasarkan konteks dari turunnya teks atau nashnya. Di sinilah sesungguhnya letak pertautan antara teks dengan konteks.
Melepaskan teks dari konteks historisnya mengakibatkan kita berhadapan dengan teks yang kosong, hingga berupa kata – kata indah dan manis kemudian dimitoskan, sehingga tidak sepenuhnya dapat menjelaskan realitas kebenaran yang hendak di ungkapkan oleh teks atau Nash itu sendiri.
Di sinilah urgensinya teks atau Nash suci dengan fungsi utama ajaran Islam sebagai pembimbing manusia menuju kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Dalam usaha menghayati teks itu tadi dimungkinkan terjadinya interelasi teks, sehingga dapat menyatu dan memperkuat suara hati nuraninya, dan berfungsi kontrol internal dan otomatis untuk mendorong dan memperkuat keshalihan sosial seseorang
Ketika teks itu diturunkan dengan keadaan sosial dan budaya sesuai kondisi waktu itu. Teks atau Nash yang kita baca atau kita pahami lalu kita kaitkan dengan sejarah atau konteks bagaimana kehidupan pada waktu itu lalu kita dapat mengambil kesimpulan dan dapat mengembangkan atau mengaplikasikan dalam kehidupan sekarang.
Dalam menghadapi persoalan tidak bolehnya wanita menjadi kepala negara. berangkat dari hadis nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari, Ahmad Nasa’i dan Tirmidzi “ tidak akan bahagia apabila suatu kaum yang mengangkat wanita sebagai pimpinan mereka “. Hadis ini jika dipahami secara harfiah jelas bahwa seorang wanita itu dilarang untuk menjadi kepala negara. tetapi jika dipahami secara konteks asbab alwurud-nya, maka sebenarnya larangan itu hanya bisa terjadi bila wanita sendirian menentukan urusan bangsanya. Pada waktu itu kata Dr. Kamal jadah dalam Wadifah al-Mar’ah di nazar al-Islam, binti kisrah telah diangkat menjadi ratu / pemimpin Persia. Sudah bahwa sebagian besar raja – raja pada saat itu kekuasaanya hanya di tangannya sendiri. Hanya dia sendiri yang menetapkan urusan rakyat dan negerinya, ketapannya tidak boleh digugat.
Berdasarkan hadist tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa mempelajari agama Islam tidak hanya menggunakan satu ilmu saja melainkan dengan mengkaitkan ilmu – ilmu yang relevan agar tujuan Islam sesuai dengan tujuannya. Hal ini dapat ditarik kesimpulan, ketika kita ingin memahami suatu hadis bukan hanya sekedar berfikir saja melainkan juga melihat konteks sosial dan sejarahnya.
Memahami arti sama halnya kita berfilsafat akan kebenaran makna tersebut. Ketika berfilsafat atau berfikir kita juga harus menggunakan pendekatan ilmu – ilmu sosial dan ilmu sejarah. Apa sebab turunnya hadis tersebut, bagaimana keadaan sosial tersebut. Lalu kita bisa menjawab pertanyaan tersebut kita bisa menggunakan ilmu sejarah.